Jumat, 01 Juni 2012

Bagaimana Jika Tidak Ada Gravitasi di Bumi ?

Bagaimana Jika Tidak Ada Gravitasi di Bumi?

Gravitasi adalah salah satu hal yang benar-benar kita butuhkan secara mutlak. Dan ada dua hal tentang gravitasi yang tidak dapat kita pungkiri : kenyataan bahwa ia selalu ada, dan fakta bahwa hal itu tidak pernah berubah. Jika gravitasi bumi (pernah) berubah secara signifikan, hal itu akan memiliki pengaruh yang sangat besar pada hampir segala hal karena begitu banyak hal yang dirancang di bumi ini berada pada pengaruh gravitasi.

Sebelum melihat perubahan pada gravitasi, akan sangat membantu jika kita memahami apa itu gravitasi. Gravitasi adalah gaya tarik antara dua atom. Misalkan saja Anda mengambil dua bola golf dan menempatkannya di atas meja. Akan ada daya tarik gravitasi yang sangat kecil antara atom-atom pada kedua bola golf. Jika Anda memiliki dua potong besar timah dan beberapa instrumen yang luar biasa tepat, Anda akan dapat mengukur daya tarik yang sangat kecil antara mereka. Hal ini hanya bila Anda mendapatkan nomor atom yang sangat besar (massa masif), seperti dalam kasus planet bumi, bahwa gaya tarik gravitasinya sangat signifikan.

Alasan mengapa gravitasi di bumi tidak pernah berubah adalah karena massa bumi tidak pernah berubah. Satu-satunya cara untuk tiba-tiba mengubah gravitasi di Bumi akan mengubah massa planet. Perubahan dalam massa cukup besar untuk menghasilkan perubahan gravitasi tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

Tapi mari kita mengabaikan fisika dan membayangkan bahwa, suatu hari, gravitasi planet bumi dimatikan, dan tiba-tiba tidak ada gaya gravitasi di bumi. Hal ini akan berubah menjadi hari yang cukup sangat buruk. Kita semua bergantung pada gravitasi untuk menahan begitu banyak hal – mobil, orang, perabotan, pensil dan kertas di meja Anda, dan seterusnya. Segalanya tiba-tiba tidak memiliki alasan untuk tetap turun, maka semuanya akan mulai mengambang. Bukan hanya furnitur dan semacamnya yang akan mulai mengapung. Dua hal yang lebih penting yang dilakukan gravitasi pada tanah adalah atmosfer dan air di lautan, danau dan sungai. Tanpa gravitasi, udara di atmosfer tidak memiliki alasan untuk berkeliaran, dan segera akan melompat ke ruang angkasa. Masalah yang sama juga akan dialami bulan – bulan tidak memiliki gravitasi yang cukup untuk menjaga atmosfer di sekitarnya, sehingga ia menjadi vakum (ruang hampa). Tanpa atmosfer, setiap makhluk hidup akan mati segera dan cairan apa pun akan mendidih pergi ke ruang angkasa.

Dengan kata lain, tidak ada yang mampu bertahan lama jika bumi tidak memiliki gravitasi. Jika gravitasi tiba-tiba menjadi berlipat ganda, ini akan menjadi hampir sama buruk, karena semuanya akan dua (atau beberapa) kali lebih berat. Akan ada masalah besar dengan bangunan strukturak. Rumah, jembatan, gedung pencakar langit, kaki meja, terowongan bawah tanah dan sebagainya semua dirancang untuk gravitasi normal. Sebagian besar struktur akan runtuh cukup cepat jika kita melipatgandakan beban (gravitasi) pada mereka. Pohon dan tanaman akan memiliki masalah. Saluran listrik juga akan memiliki masalah. Tekanan udara akan berlipat ganda dan akan memberi efek yang besar pada cuaca.

Jawaban ini menunjukkan betapa gravitasi tidak terpisahkan adalah bagi kehidupan kita. Kita tidak bisa hidup tanpa gravitasi, dan kita tidak mampu bertahan jika ia tiba-tiba berubah. Gravitasi merupakan salah satu dari konstanta sejati dalam hidup kita!

BULAN SEBAGAI SATELIT SETIA BUMI



BULAN SEBAGAI SATELIT SETIA BUMI






 
 
Bulan merupakan satu-satunya satelit alami Bumi dan terbesar ke-5 di Tata Surya kita. Selalu terlihat setia mengitari Bumi sejak miliaran tahun lalu sepertinya tidak pernah berubah sejak dulu, dingin dan tak berkehidupan.

Walaupun tidak diketahui secara pasti tentang asal-usul Bulan, tetapi para ilmuwan menemukan bukti bahwa Satelit alami Bumi ini diperkirakan terbentuk akibat sebuah planet sebesar Mars yang bernama theira menghantam Bumi 4,5 miliar tahun lalu. Tumbukan tersebut membuat miliaran ton materi panas terlempar ke luar angkasa dan menjadi puing-puing debu yang berjumlah sangat banyak dan mengorbit di sekeliling Bumi hingga akhirnya terkumpul menjadi bola raksasa. Sejak itu, kawah dan lekuk bulan yang tampak permanen saat ini sebenarnya dipahat oleh tumbukan pecahan-pecahan asteroid dan benda langit lainnya hingga menjadi bola raksasa abu-abu seperti yang kita lihat saat ini.

Cahaya Bulan berasal dari pantulan cahaya matahari, karena Bulan tidak mempunyai sumber cahaya sendiri. Diameternya sedikit lebih kecil dari seperempat diameter Bumi, yaitu sekitar 3.474 km. Inilah yang mendasari kesimpulan para ilmuwan tentang volume Bulan yang hanya sekitar 2 persen dari volume Bumi dan gaya gravitasinya hanya sekitar 17 persen daripada gravitasi Bumi. Jarak rata-rata dari pusat ke pusat Bumi-Bulan adalah 384.403 km atau sekitar 30 kali diameter Bumi. Pada awalnya jarak bulan pada pertama kali hanya sekitar 30.000 mil atau 15 kali lebih dekat dari jarak Bulan dengan Bumi sekarang. Dari hasil penelitian, Bulan menjauh sekitar 3,8 cm per tahunnya.

Walaupun ditarik oleh gaya gravitasi Bumi, Bulan tidak jatuh ke Bumi. Hal ini disebabkan oleh gaya sentrifugal yang timbul dari orbit Bulan mengelilingi Bumi. Besarnya gaya sentrifugal Bulan yang sedikit lebih besar dari gaya tarik menarik antara gravitasi Bumi inilah penyebab semakin menjauhnya Bulan dari Bumi dengan kecepatan sekitar 3,8 cm/tahun.

Bulan memiliki massa hanya 1,2 persen dari massa Bumi. Sedangkan Massa jenisnya 3,4 g/cm³, lebih ringan dibanding massa jenis Bumi yaitu 5,5 g/cm³. Tidak ada bunyi dapat terdengar di Bulan karena ketidakadaan udara. Ketiadaan udara dan air di Bulan juga menyebabkan tidak adanya pengikisan benda langit yang jatuh ke Bulan dan menyebabkan banyak kawah di Bulan. Bahkan ada kawah yang sudah berusia jutaan tahun dan masih tetap utuh hingga sekarang. Di antara kawah terbesar Bulan dengan diameter 230 km dan sedalam 3,6 km bernama Clavius.

Hanya satu sisi permukaan Bulan saja yang dapat diamati dari Bumi. Hal ini karena Bulan berada dalam orbit sinkron dengan Bumi yang menyebabkan kala rotasi (berputar pada porosnya) sama dengan kala revolusinya (berputar mengelilingi Bumi).


Fase Bulan Sebagai Penanda Waktu

Sebagai satelit Bumi, Bulan bergerak mengelilingi Bumi (Revolusi) dengan periode 27,3 hari. Lintasan orbitnya menyilang sebesar 5,2 derajat dengan orbit Bumi (ekliptika), sehingga kita dapat melihat fase Bulan purnama atau gerhana Bulan secara bergantian. Posisi Bulan dalam perjalanannya mengelilingi Bumi berubah-ubah relatif terhadap Matahari dan Bumi sehingga bagian terang di Bulan yang terlihat dari Bumi secara periodik berbeda-beda dari waktu ke waktu. Perubahan ini disebut juga dengan perubahan fase, membutuhkan waktu 29,5 hari (periode sinodis) atau sedikit lebih lama dari periode rotasinya. Bulan juga akan terbit pada waktu yang berbeda setiap harinya dalam rentang waktu tersebut.

Berikut ini adalah fase Bulan yang perlu kita ketahui:

Bulan Purnama




Keadaan ketika Bulan nampak bulat sempurna dari Bumi. Pada saat itu, Bumi terletak hampir segaris di antara Matahari dan Bulan sehingga seluruh permukaan Bulan yang diterangi Matahari terlihat jelas dari arah Bumi.

Bulan Cembung 
 
 

   
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bulan Separuh


Bulan Sabit
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Keadaan ketika hanya sebagian permukaan Bulan yang disinari Matahari terlihat dari Bumi. Pada saat itu, posisi Bulan terhadap Bumi membentuk sudut tertentu terhadap garis Bumi - Matahari.

Bulan Mati


 
 
 
 
 
 
 
Kebalikan dari Bulan Purnama, terletak pada hampir segaris di antara Matahari dan Bumi, sehingga yang terlihat adalah sisi belakang Bulan yang gelap, alias tidak nampak apa-apa.

Penduduk Bumi pun memanfaatkan fase Bulan sebagai penanda waktu/sistem kalender. Selain sistem kalender Islam dan Jawa, sebenarnya ada banyak sistem kalender yang didasarkan pada Bulan. Dalam kedua sistem kalender tersebut, jumlah hari dalam satu bulan ditentukan dari periode sinodis Bulan. Terdapat 12 bulan dalam setahun yang masing-masing bulannya terdiri dari 30 atau 29 hari. Pada kalender Jawa misalnya, bulan pertama memiliki 30 hari dan bulan berikutnya memiliki 29 hari, begitu seterusnya secara bergantian hingga bulan ke-12. Sedangkan di kalender Islam, dalam sebulan jumlah hari ditentukan dari perhitungan usia Bulan sehingga bisa saja terdapat dua Bulan yang berurutan memiliki jumlah hari yang sama.