A.
Keluarga Abdus Salam
Abdus Salam lahir di Jhang,
Lahore, Pakistan pada 29 Januari 1926 di keluarga dengan tradisi pendidikan
kuat. Ayahnya pegawai Departemen Pendidikan di daerah pertanian miskin. Kelurga
Abdus Salam mempunyai tradisi pembelajaran dan alim. Meskipun orang tuanya bukanlah ilmuan hebat,
namun keluarganya memiliki tradisi pendidikan yang cukup kuat. Pada usia 14
tahun Salam sudah memperlihatkan bakat istimewanya di bidang sains. Ia
memecahkan rekor nilai tertinggi untuk ujian matrikulasi di Universitas Punjab,
Salam meneruskan studinya ke St Johns College, Inggris dan meraih gelar BA
sekaligus untuk matematika dan Fisika pada tahun 1949.
B.
Keyakinan Abdus Salam
Salam adalah seorang Muslim
yang taat. Meskipun orang tuanya mengikuti salah satu sekte dalam Islam
(Ahmadiyah), Salam mengaku tidak ikut sekte manapun. Baginya hanya ada satu
Islam dengan sumber Alquran dan Hadis, serta kemampuan individu untuk
memahaminya menurut kepercayaan imannya dan keyakinan pikiran serta intuisi
bagi dirinya sendiri yang harus dipertanggung jawabkan di kehidupan akhirat.
Dia pernah menulis:
"Al-Qur'an
memerintahkan kita untuk merenungkan verities hukum Allah menciptakan alam,
namun, bahwa generasi kami telah hak istimewa untuk sekilas bagian dari
desain-Nya adalah karunia dan rahmat yang saya ucapkan terima kasih dengan hati
yang rendah hati."
Abdus Salam tergolong duta
islam yang baik. Sebagai contoh, dalam pidato penganugerahan Nobel Fisika di
Karolinska Institute, Swedia, Abdus Salam mengawalinya dengan ucapan basmalah.
Di situ ia mengaku bahwa riset itu didasari oleh keyakinan terhadap kalimah
tauhid. “Saya berharap Unifying the Forces dapat memberi landasan ilmiah
terhadap keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa”,
“Saya muslim karena saya percaya dengan pesan spiritual
Alquran. Alquran banyak membantu saya dalam memahami Hukum Alam, dengan contoh-contoh
fenomena kosmologi, biologi dan kedokteran sebagai tanda bagi seluruh manusia,”
kata Abdus Salam dalam satu sidang UNESCO di Paris, 1984. Dengan makalah The Holy Quran and Science, saat itu ia
banyak mengutip ayat. Antara lain Alquran 88 : 17 dan Alquran 3 : 189-190 yang
antara lain mengisahkan soal penciptaan langit, bumi dan seisinya.
C.
Kepribadian Abdus Salam
Kacamata tebal dan janggut hitam keputihan menghiasi
wajah pemilik senyuman yang khas di setiap fotonya. Rasa ingin tahu dan
kecerdasan luar biasa terpancar dari sorot matanya. Ia adalah Abdus Salam.
Muslim pertama yang berhasil meraih Nobel Fisika untuk teori Electroweak
(Elektrolemah). Dapat dikatakan Salam adalah dua sosok manusia yang berfusi
dalam satu tubuh menghasilkan keajaiban manusia. Ia adalah seorang cendekiawan
sekaligus ulama. Sebagai cendekiawan, yaitu ilmuwan fisika teoretis, ia adalah
pengikut akhir dari tradisi fisikawan klasik. Baginya ruang lingkup intelektual
sains ialah memanunggalkan hukum-hukum alam yang terdiri dari secukupnya
prinsip/asas sederhana, di mana kemanunggalan agung adalah salah satu prinsip.
Pencarian tapak ini dimulai pada zaman Yunani Kuno dan dilanjutkan dalam Islam
oleh Al-Biruni (973-1050 M) yang menegaskan bahwa alam memiliki hukum yang sama
di mana saja, di Bumi atau di Bulan.
Sebagai orang berkearifan, Salam juga adalah dua profil:
ia adalah manusia yang taat sekali pada agama, menemukan di dalam Alquran
pembenaran dari dasar pikiran karya keilmiahannya dan diilhami oleh Alquran.
Dan ia adalah seorang politisi dalam arti asas tinggi dan arti mulia, dan bukan
dalam arti merendahkan bagi politisi yang mempraktekkan realpolitik untuk
memperoleh kekuasaan. Ia menyediakan tenaganya untuk memperbaiki kondisi
kehidupan di Dunia Ketiga dengan menempatkan dirinya secara implisit sebagai
pejuang dalam hak-hak seluruh bangsa untuk berpartisipasi secara kreatif di
dalam pengukiran sejarah dunia.
D.
Karir Abdus Salam
Abdus Salam adalah
seorang professor dari Pakistan yang merupakan Ilmuwan muslim pertama peraih
Nobel. Dalam
usia 14 tahun, bakatnya dalam bidang sains sudah terlihat. Rekor nilai
tertinggi untuk ujian matrikulasi di Universitas Punjab dicapainya. Berbagai
beasiswa diraih. Lulus dari Universitas Punjab, Salam meneruskan belajar ke St.
John’s College, Inggris, lulus tahun 1949 untuk dua bidang sekaligus yaitu
matematika dengan nilai rata-rata 10 dan fisika. Beliau meraih gelar Doctor of Phylosophy (Ph.D) dalam bidang fisika teori
dari Universitas Cambrige, Inggris pada usia 26 tahun. Dua tahun sebelumnya
Beliau memenangkan Smiith’s Prize karena beberapa karya ilmiahnya dianggap
memiliki nilai tinggi. Sejak tahun 1957-1982, Abdus Salam telah menerima gelar
Doctor of Science Honoris Causa dari delapan belas universitas yang berada di
berbagai Negara. Sejak tahun 1957, Abdus Salam bekerja sebagai Guru fisika
teori di universitas London. Pada tahun 1964 Beliau menjabat sebagai direktur
Internastional Centre for Theoritical Physics di Trieste”.
Dalam usia sangat muda (22 tahun) Salam meraih doktor fisika teori dengan
predikat summa cumlaude di University of Cambridge, sekaligus meraih Profesor
fisika di Universitas Punjab, Lahore. Khusus untuk pelajaran matematika ia
bahkan meraih nilai rata-rata 10 di St.John’s College, Cambridge.
Salam adalah satu dari empat
muslim yang pernah meraih Hadiah Nobel. Tiga lainnya adalah Presiden Mesir
Anwar Sadat (Nobel Perdamaian 1978), Naguib Mahfoud (Nobel Sastra 1988),
Presiden Palestina Yasser Arafat (bersama dua rekannya dari Israel, Nobel
Perdamaian 1995). Abdus Salam adalah fisikawan muslim yang paling menonjol abad
ini. Dia termasuk orang pertama yang mengubah pandangan parsialisme para
fisikawan dalam melihat kelima gaya dasar yang berperan di alam ini. Yaitu,
gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, gaya kuat yang menahan proton dan
neutron tetap berdekatan dalam inti, serta gaya lemah yang antara lain
bertanggung jawab terhadap lambatnya reaksi peluruhan inti radioaktif. Selama
berabad-abad kelima gaya itu dipahami secara terpisah menurut kerangka dalil
dan postulatnya yang berbeda-beda. Adanya kesatuan dalam interaksi gaya-gaya
dirumuskan oleh trio Abdus Salam-Sheldon Lee Glashow-Steven Weinberg dalam
teori “Unifying the Forces”. Menurut
teori yang diumumkan 1967 itu, arus lemah dalam inti atom diageni oleh tiga
partikel yang masing-masing memancarkan arus atau gaya kuat. Dua belas tahun
kemudian hukum itulah yang melahirkan Nobel Fisika 1979.
Eksistensi tiga partikel itu
telah dibuktikan secara eksperimen tahun 1983 oleh tim riset yang dipimpin
Carlo Rubia direktur CERN (Cetre Europeen de Recherche Nucleaire)
di Jenewa, Swiss. Ternyata, rintisan Salam itu kemudian mengilhami para
fisikawan lain ketika mengembangkan teori-teori kosmologi mutakhir seperti
Grand Theory (GT) yang dicanangkan ilmuwan AS dan Theory of Everything-nya
Stephen Hawking. Hingga akhir hayatnya, putra terbaik Pakistan itu mendapat tak
kurang dari 39 gelar doktor honoris causa. Antara lain dari Universitas
Edinburgh (1971), Universitas Trieste (1979), Universitas Islamabad (1979), dan
universitas bergengsi di Peru, India, Polandia, Yordania, Venezuela, Turki,
Filipina, Cina, Swedia, Belgia dan Rusia. Ia juga menjadi anggota dan anggota
kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional 35 negara di Asia, Afrika, Eropa
dan Amerika. Mantan Vice Presiden dari International
Union of Pure and Applied Phyusics (IUPAP) (1972-78) itu pun meraih tujuh
penghargaan atas kontribusinya dalam mempromosikan perdamaian dan kerjasama
iptek internasional. Antara lain Atoms
for Peace Medal and Award dari Atoms for Peace Foundation (1968), First Edinburgh Medal and Prize dari
Skotlandia (1988), “Genoa”
International Development of Peoples Prize dari Italia (1988) dan Catalunya
International Prize dari Spanyol
(1990).
Berikut adalah karir Abdus Salam secara lebih terperinci
:
1. Karir Dalam Pendidikan
a. Perguruan
Tinggi Pemerintah Jhang dan Lahore, Pakistan (1938-1946)
b. Yayasan
Cendekia, St John College, Cambridge (1946-1949)
c. Ph.D
di Fisika Teoritis Cambridge (1952)
Penerimaan Hadiah Smith oleh
University of Cambridge untuk kontribusi pra-doktoral yang paling luar biasa
untuk fisika (1950)
2. Karir
dalam Pekerjaan
a. Profesor,
Perguruan tinggi Lahore (1951-1954)
b. Kepala
Departemen Matematika Universitas Punjab, Lahore (1951-1954)
c. Dosen
Universitas Cambridge (1954-1956)
d. Prof
Fisika Teoretis, Universitas London.
e. Prof
Fisika Teoritis dari Imperial College (London) (1957)
f. Pendiri
dan Direktur, Pusat Internasional untuk Fisika Teoretis (Trieste) (1964-1993)
3. Karir
Dalam PBB
a. Sekretaris
Ilmiah, Konferensi Jenewa tentang Penggunaan Damai Energi Atom (1955 dan 1958)
b. Anggota
Dewan Gubernur, TAEA, Wina (1962-1963)
c. Penasehat
Komite Ilmu dan Teknologi (1964-1975)
d. Ketua
PBB Komite Penasehat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (1971-1972)
e. Anggota
PBB Panel dan Yayasan Komite Universitas PBB (1970-1973)
f. Anggota
Universitas PBB Komite Penasehat (1981-1983)
g. Anggota
Dewan, Universitas Perdamaian (Kosta Rika) (1981-1986)
h. Ketua
UNSECO Penasehat Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Masyarakat (1981)
4. Penghargaan
atas kontribusi untuk fisika
a. Penghargaan
Hopkins (Cambridge University) untuk
kontribusi yang paling luar biasa untuk fisika selama 1957-1958 (1958)
b. Pertama
penerima Medali Maxwell, London (1961)
c. Penghargaan
Adams (Universitas Cambridge) (1958)
d. NOBEL
PRIZE untuk Fisika (Nobel Foundation) (1979)
e. Medali
Einstein (UNESCO, Paris) (1979)
f. Medali
Emas untuk kontribusi luar biasa untuk fisika (Akademi Cekoslowakia of
Sciences, Praha) (1981)
5. Penghargaan
untuk kontribusi terhadap perdamaian dan promosi kolaborasi ilmiah
internasional
a. Atom
untuk Perdamaian dan Medali Penghargaan (Atom untuk Perdamaian Foundation)
(1968)
b. Perdamaian
Medal (Charles University, Praha) (1981)
c. Published
Papers, sekitar 250 makalah ilmiah di fisika partikel dasar. Makalah tentang
kebijakan ilmiah dan pendidikan bagi negara berkembang dan Pakistan.
E.
Kematian Abdus Salam
Abdus Salam menderita
stroke, dan dengan itu ia tak bisa berfungsi lagi sebagai Direktur ICTP. Sebagai
penghormatan kepada pendirinya, selama ia masih sanggup menilainya sebelum
kekuatannya hilang sama sekali, di Trieste diadakan 3 hari pertemuan fisika
yang dihadiri oleh rekan, pengagum dan mantan mahasiswa dari seluruh penjuru
dunia. Salah seorang ialah Yang Chen-Ning (penerima Hadiah Nobel Fisika 1957)
yang pembicaraannya dalam seminar di Seattle pada 1956 memberikan kesan
mendalam kepada Salam untuk meneliti lebih dalam tentang simetri di dalam alam
materi.
Puncak dari pertemuan ini
adalah pemberian gelar honoris causae (yang ke-35) dari Universitas St.
Petersburg (dahulu Leningrad). Rektor Universitas khusus datang memberikannya.
Salam mendengarkan sambil duduk di atas kursi roda tetapi ia tak bisa berbicara
lagi. Sesudah upacara resmi, peserta tenang berdiri berbaris masing-masing menyampaikan
ucapan selamat. Hanya sedikit reaksi yang diperlihatkannya, tetapi semuanya
mengharap bahwa pesan mereka tersampaikan kepada tubuh yang lumpuh serta bisu
itu.
Sesudah nama-nama besar,
maka datang giliran peneliti muda. Yang terakhir adalah seorang peneliti muda
yang gugup berasal dari Pakistan. Ketika ia membungkuk ke arah Salam yang duduk
di kursi roda itu, ia berkata ''Pak, saya adalah mahasiswa dari Pakistan. Kami
sangat membanggakan Bapak.'' Bahu Abdus Salam tampak tergetar dan air mata pun
mengalir di pipinya.
Sesudah tak sanggup lagi
berkomunikasi selama tiga tahun terakhir oleh penyakit yang melumpuhkan, ruh
itu meninggalkan jasadnya pada 21 November 1996 pada
usia 70 di Oxford , Inggri. Beliau meninggalkan seorang istri serta enam anak
(dua laki-laki dan empat perempuan). Tubuhnya akhirnya dibawa kembali ke
Pakistan dan disimpan di Darul Ziafat. Sekitar 30.000 orang menghadiri doa
pemakamannya.
Salam
dimakamkan di Bahishti Maqbara , sebuah pemakaman yang didirikan oleh Komunitas
Muslim Ahmadiyah di Rabwah , Pakistan di sebelah kuburan orang tuanya. Batu
nisan di makamnya awalnya bertuliskan "Muslim Pertama Peraih Nobel"
tapi, karena kepatuhan Salam kepada sekte Ahmadiyah, kata "Muslim"
kemudian dihapus atas perintah seorang hakim lokal, sehingga menjadi “Peraih
Nobel Pertama". Di bawah Ordonansi XX, Ahmadiyah dianggap non-Muslim.
F.
Kesimpulan
1. Abdus Salam merupakan muslim pertama yang meraih hadiah
nobel,
2. Salam adalah seorang Muslim yang taat. Darinya kita dapat
belajar bagaimana seorang muslim dapat memahami kepercayaan imannya dan
keyakinan pikiran serta intuisi bagi dirinya sendiri yang harus dipertanggung
jawabkan di kehidupan akhirat.
3. Abdus Salam adalah fisikawan muslim yang paling menonjol
abad ini. Dia termasuk orang pertama yang mengubah pandangan parsialisme para
fisikawan dalam melihat kelima gaya dasar yang berperan di alam ini. Yaitu,
gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, gaya kuat yang menahan proton dan
neutron tetap berdekatan dalam inti, serta gaya lemah yang antara lain
bertanggung jawab terhadap lambatnya reaksi peluruhan inti radioaktif. Selama
berabad-abad kelima gaya itu dipahami secara terpisah menurut kerangka dalil
dan postulatnya yang berbeda-beda. Adanya kesatuan dalam interaksi gaya-gaya
dirumuskan oleh trio Abdus Salam-Sheldon Lee Glashow-Steven Weinberg dalam
teori “Unifying the Forces”.
Menurut teori yang diumumkan 1967 itu, arus lemah dalam inti atom diageni oleh
tiga partikel yang masing-masing memancarkan arus atau gaya kuat. Dua belas
tahun kemudian hukum itulah yang melahirkan Nobel Fisika 1979.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar