Minggu, 27 Mei 2012

MUSLIM PERTAMA PERAIH NOBEL FISIKA “Abdus Salam”

 
A.  Keluarga Abdus Salam
Abdus Salam lahir di Jhang, Lahore, Pakistan pada 29 Januari 1926 di keluarga dengan tradisi pendidikan kuat. Ayahnya pegawai Departemen Pendidikan di daerah pertanian miskin. Kelurga Abdus Salam mempunyai tradisi pembelajaran dan alim.  Meskipun orang tuanya bukanlah ilmuan hebat, namun keluarganya memiliki tradisi pendidikan yang cukup kuat. Pada usia 14 tahun Salam sudah memperlihatkan bakat istimewanya di bidang sains. Ia memecahkan rekor nilai tertinggi untuk ujian matrikulasi di Universitas Punjab, Salam meneruskan studinya ke St Johns College, Inggris dan meraih gelar BA sekaligus untuk matematika dan Fisika pada tahun 1949.

B.  Keyakinan Abdus Salam
Salam adalah seorang Muslim yang taat. Meskipun orang tuanya mengikuti salah satu sekte dalam Islam (Ahmadiyah), Salam mengaku tidak ikut sekte manapun. Baginya hanya ada satu Islam dengan sumber Alquran dan Hadis, serta kemampuan individu untuk memahaminya menurut kepercayaan imannya dan keyakinan pikiran serta intuisi bagi dirinya sendiri yang harus dipertanggung jawabkan di kehidupan akhirat. Dia pernah menulis:
"Al-Qur'an memerintahkan kita untuk merenungkan verities hukum Allah menciptakan alam, namun, bahwa generasi kami telah hak istimewa untuk sekilas bagian dari desain-Nya adalah karunia dan rahmat yang saya ucapkan terima kasih dengan hati yang rendah hati."
Abdus Salam tergolong duta islam yang baik. Sebagai contoh, dalam pidato penganugerahan Nobel Fisika di Karolinska Institute, Swedia, Abdus Salam mengawalinya dengan ucapan basmalah. Di situ ia mengaku bahwa riset itu didasari oleh keyakinan terhadap kalimah tauhid. “Saya berharap Unifying the Forces dapat memberi landasan ilmiah terhadap keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa”,
“Saya muslim karena saya percaya dengan pesan spiritual Alquran. Alquran banyak membantu saya dalam memahami Hukum Alam, dengan contoh-contoh fenomena kosmologi, biologi dan kedokteran sebagai tanda bagi seluruh manusia,” kata Abdus Salam dalam satu sidang UNESCO di Paris, 1984. Dengan makalah The Holy Quran and Science, saat itu ia banyak mengutip ayat. Antara lain Alquran 88 : 17 dan Alquran 3 : 189-190 yang antara lain mengisahkan soal penciptaan langit, bumi dan seisinya.

C.  Kepribadian Abdus Salam
Kacamata tebal dan janggut hitam keputihan menghiasi wajah pemilik senyuman yang khas di setiap fotonya. Rasa ingin tahu dan kecerdasan luar biasa terpancar dari sorot matanya. Ia adalah Abdus Salam. Muslim pertama yang berhasil meraih Nobel Fisika untuk teori Electroweak (Elektrolemah). Dapat dikatakan Salam adalah dua sosok manusia yang berfusi dalam satu tubuh menghasilkan keajaiban manusia. Ia adalah seorang cendekiawan sekaligus ulama. Sebagai cendekiawan, yaitu ilmuwan fisika teoretis, ia adalah pengikut akhir dari tradisi fisikawan klasik. Baginya ruang lingkup intelektual sains ialah memanunggalkan hukum-hukum alam yang terdiri dari secukupnya prinsip/asas sederhana, di mana kemanunggalan agung adalah salah satu prinsip. Pencarian tapak ini dimulai pada zaman Yunani Kuno dan dilanjutkan dalam Islam oleh Al-Biruni (973-1050 M) yang menegaskan bahwa alam memiliki hukum yang sama di mana saja, di Bumi atau di Bulan.
Sebagai orang berkearifan, Salam juga adalah dua profil: ia adalah manusia yang taat sekali pada agama, menemukan di dalam Alquran pembenaran dari dasar pikiran karya keilmiahannya dan diilhami oleh Alquran. Dan ia adalah seorang politisi dalam arti asas tinggi dan arti mulia, dan bukan dalam arti merendahkan bagi politisi yang mempraktekkan realpolitik untuk memperoleh kekuasaan. Ia menyediakan tenaganya untuk memperbaiki kondisi kehidupan di Dunia Ketiga dengan menempatkan dirinya secara implisit sebagai pejuang dalam hak-hak seluruh bangsa untuk berpartisipasi secara kreatif di dalam pengukiran sejarah dunia.

D.  Karir Abdus Salam
Abdus Salam adalah seorang professor dari Pakistan yang merupakan Ilmuwan muslim pertama peraih Nobel. Dalam usia 14 tahun, bakatnya dalam bidang sains sudah terlihat. Rekor nilai tertinggi untuk ujian matrikulasi di Universitas Punjab dicapainya. Berbagai beasiswa diraih. Lulus dari Universitas Punjab, Salam meneruskan belajar ke St. John’s College, Inggris, lulus tahun 1949 untuk dua bidang sekaligus yaitu matematika dengan nilai rata-rata 10 dan fisika. Beliau meraih gelar Doctor of Phylosophy (Ph.D) dalam bidang fisika teori dari Universitas Cambrige, Inggris pada usia 26 tahun. Dua tahun sebelumnya Beliau memenangkan Smiith’s Prize karena beberapa karya ilmiahnya dianggap memiliki nilai tinggi. Sejak tahun 1957-1982, Abdus Salam telah menerima gelar Doctor of Science Honoris Causa dari delapan belas universitas yang berada di berbagai Negara. Sejak tahun 1957, Abdus Salam bekerja sebagai Guru fisika teori di universitas London. Pada tahun 1964 Beliau menjabat sebagai direktur Internastional Centre for Theoritical Physics di Trieste”. Dalam usia sangat muda (22 tahun) Salam meraih doktor fisika teori dengan predikat summa cumlaude di University of Cambridge, sekaligus meraih Profesor fisika di Universitas Punjab, Lahore. Khusus untuk pelajaran matematika ia bahkan meraih nilai rata-rata 10 di St.John’s College, Cambridge.
Salam adalah satu dari empat muslim yang pernah meraih Hadiah Nobel. Tiga lainnya adalah Presiden Mesir Anwar Sadat (Nobel Perdamaian 1978), Naguib Mahfoud (Nobel Sastra 1988), Presiden Palestina Yasser Arafat (bersama dua rekannya dari Israel, Nobel Perdamaian 1995). Abdus Salam adalah fisikawan muslim yang paling menonjol abad ini. Dia termasuk orang pertama yang mengubah pandangan parsialisme para fisikawan dalam melihat kelima gaya dasar yang berperan di alam ini. Yaitu, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, gaya kuat yang menahan proton dan neutron tetap berdekatan dalam inti, serta gaya lemah yang antara lain bertanggung jawab terhadap lambatnya reaksi peluruhan inti radioaktif. Selama berabad-abad kelima gaya itu dipahami secara terpisah menurut kerangka dalil dan postulatnya yang berbeda-beda. Adanya kesatuan dalam interaksi gaya-gaya dirumuskan oleh trio Abdus Salam-Sheldon Lee Glashow-Steven Weinberg dalam teori “Unifying the Forces”. Menurut teori yang diumumkan 1967 itu, arus lemah dalam inti atom diageni oleh tiga partikel yang masing-masing memancarkan arus atau gaya kuat. Dua belas tahun kemudian hukum itulah yang melahirkan Nobel Fisika 1979.
Eksistensi tiga partikel itu telah dibuktikan secara eksperimen tahun 1983 oleh tim riset yang dipimpin Carlo Rubia direktur CERN (Cetre Europeen de Recherche Nucleaire) di Jenewa, Swiss. Ternyata, rintisan Salam itu kemudian mengilhami para fisikawan lain ketika mengembangkan teori-teori kosmologi mutakhir seperti Grand Theory (GT) yang dicanangkan ilmuwan AS dan Theory of Everything-nya Stephen Hawking. Hingga akhir hayatnya, putra terbaik Pakistan itu mendapat tak kurang dari 39 gelar doktor honoris causa. Antara lain dari Universitas Edinburgh (1971), Universitas Trieste (1979), Universitas Islamabad (1979), dan universitas bergengsi di Peru, India, Polandia, Yordania, Venezuela, Turki, Filipina, Cina, Swedia, Belgia dan Rusia. Ia juga menjadi anggota dan anggota kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional 35 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. Mantan Vice Presiden dari International Union of Pure and Applied Phyusics (IUPAP) (1972-78) itu pun meraih tujuh penghargaan atas kontribusinya dalam mempromosikan perdamaian dan kerjasama iptek internasional. Antara lain Atoms for Peace Medal and Award dari Atoms for Peace Foundation (1968), First Edinburgh Medal and Prize dari Skotlandia (1988), “Genoa” International Development of Peoples Prize dari Italia (1988) dan Catalunya International Prize dari Spanyol (1990).

Berikut adalah karir Abdus Salam secara lebih terperinci :
1.    Karir  Dalam Pendidikan
a.    Perguruan Tinggi Pemerintah Jhang dan Lahore, Pakistan (1938-1946)
b.    Yayasan Cendekia, St John College, Cambridge (1946-1949)
c.    Ph.D di Fisika Teoritis Cambridge (1952)
Penerimaan Hadiah Smith oleh University of Cambridge untuk kontribusi pra-doktoral yang paling luar biasa untuk fisika (1950)

2.    Karir dalam Pekerjaan
a.    Profesor, Perguruan tinggi  Lahore (1951-1954)
b.    Kepala Departemen Matematika Universitas Punjab, Lahore (1951-1954)
c.    Dosen Universitas Cambridge  (1954-1956)
d.    Prof Fisika Teoretis, Universitas London.
e.    Prof Fisika Teoritis dari Imperial College (London) (1957)
f.     Pendiri dan Direktur, Pusat Internasional untuk Fisika Teoretis (Trieste) (1964-1993)
3.    Karir Dalam PBB
a.    Sekretaris Ilmiah, Konferensi Jenewa tentang Penggunaan Damai Energi Atom (1955 dan 1958)
b.    Anggota Dewan Gubernur, TAEA, Wina (1962-1963)
c.    Penasehat Komite Ilmu dan Teknologi (1964-1975)
d.    Ketua PBB Komite Penasehat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (1971-1972)
e.    Anggota PBB Panel dan Yayasan Komite Universitas PBB (1970-1973)
f.     Anggota Universitas PBB Komite Penasehat (1981-1983)
g.    Anggota Dewan, Universitas Perdamaian (Kosta Rika) (1981-1986)
h.    Ketua UNSECO Penasehat Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Masyarakat (1981)

4.    Penghargaan atas kontribusi untuk fisika
a.    Penghargaan Hopkins  (Cambridge University) untuk kontribusi yang paling luar biasa untuk fisika selama 1957-1958 (1958)
b.    Pertama penerima Medali Maxwell, London (1961)
c.    Penghargaan Adams (Universitas Cambridge) (1958)
d.    NOBEL PRIZE untuk Fisika (Nobel Foundation) (1979)
e.    Medali Einstein (UNESCO, Paris) (1979)
f.     Medali Emas untuk kontribusi luar biasa untuk fisika (Akademi Cekoslowakia of Sciences, Praha) (1981)

5.    Penghargaan untuk kontribusi terhadap perdamaian dan promosi kolaborasi ilmiah internasional
a.    Atom untuk Perdamaian dan Medali Penghargaan (Atom untuk Perdamaian Foundation) (1968)
b.    Perdamaian Medal (Charles University, Praha) (1981)
c.    Published Papers, sekitar 250 makalah ilmiah di fisika partikel dasar. Makalah tentang kebijakan ilmiah dan pendidikan bagi negara berkembang dan Pakistan.

E.  Kematian Abdus Salam
Abdus Salam menderita stroke, dan dengan itu ia tak bisa berfungsi lagi sebagai Direktur ICTP. Sebagai penghormatan kepada pendirinya, selama ia masih sanggup menilainya sebelum kekuatannya hilang sama sekali, di Trieste diadakan 3 hari pertemuan fisika yang dihadiri oleh rekan, pengagum dan mantan mahasiswa dari seluruh penjuru dunia. Salah seorang ialah Yang Chen-Ning (penerima Hadiah Nobel Fisika 1957) yang pembicaraannya dalam seminar di Seattle pada 1956 memberikan kesan mendalam kepada Salam untuk meneliti lebih dalam tentang simetri di dalam alam materi.
Puncak dari pertemuan ini adalah pemberian gelar honoris causae (yang ke-35) dari Universitas St. Petersburg (dahulu Leningrad). Rektor Universitas khusus datang memberikannya. Salam mendengarkan sambil duduk di atas kursi roda tetapi ia tak bisa berbicara lagi. Sesudah upacara resmi, peserta tenang berdiri berbaris masing-masing menyampaikan ucapan selamat. Hanya sedikit reaksi yang diperlihatkannya, tetapi semuanya mengharap bahwa pesan mereka tersampaikan kepada tubuh yang lumpuh serta bisu itu.
Sesudah nama-nama besar, maka datang giliran peneliti muda. Yang terakhir adalah seorang peneliti muda yang gugup berasal dari Pakistan. Ketika ia membungkuk ke arah Salam yang duduk di kursi roda itu, ia berkata ''Pak, saya adalah mahasiswa dari Pakistan. Kami sangat membanggakan Bapak.'' Bahu Abdus Salam tampak tergetar dan air mata pun mengalir di pipinya.
Sesudah tak sanggup lagi berkomunikasi selama tiga tahun terakhir oleh penyakit yang melumpuhkan, ruh itu meninggalkan jasadnya pada 21 November 1996 pada usia 70 di Oxford , Inggri. Beliau meninggalkan seorang istri serta enam anak (dua laki-laki dan empat perempuan). Tubuhnya akhirnya dibawa kembali ke Pakistan dan disimpan di Darul Ziafat. Sekitar 30.000 orang menghadiri doa pemakamannya.
            Salam dimakamkan di Bahishti Maqbara , sebuah pemakaman yang didirikan oleh Komunitas Muslim Ahmadiyah di Rabwah , Pakistan di sebelah kuburan orang tuanya. Batu nisan di makamnya awalnya bertuliskan "Muslim Pertama Peraih Nobel" tapi, karena kepatuhan Salam kepada sekte Ahmadiyah, kata "Muslim" kemudian dihapus atas perintah seorang hakim lokal, sehingga menjadi “Peraih Nobel Pertama". Di bawah Ordonansi XX, Ahmadiyah dianggap non-Muslim.





F.   Kesimpulan
1.    Abdus Salam merupakan muslim pertama yang meraih hadiah nobel,
2.    Salam adalah seorang Muslim yang taat. Darinya kita dapat belajar bagaimana seorang muslim dapat memahami kepercayaan imannya dan keyakinan pikiran serta intuisi bagi dirinya sendiri yang harus dipertanggung jawabkan di kehidupan akhirat.
3.    Abdus Salam adalah fisikawan muslim yang paling menonjol abad ini. Dia termasuk orang pertama yang mengubah pandangan parsialisme para fisikawan dalam melihat kelima gaya dasar yang berperan di alam ini. Yaitu, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, gaya kuat yang menahan proton dan neutron tetap berdekatan dalam inti, serta gaya lemah yang antara lain bertanggung jawab terhadap lambatnya reaksi peluruhan inti radioaktif. Selama berabad-abad kelima gaya itu dipahami secara terpisah menurut kerangka dalil dan postulatnya yang berbeda-beda. Adanya kesatuan dalam interaksi gaya-gaya dirumuskan oleh trio Abdus Salam-Sheldon Lee Glashow-Steven Weinberg dalam teori “Unifying the Forces”. Menurut teori yang diumumkan 1967 itu, arus lemah dalam inti atom diageni oleh tiga partikel yang masing-masing memancarkan arus atau gaya kuat. Dua belas tahun kemudian hukum itulah yang melahirkan Nobel Fisika 1979.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar