Selasa, 22 Mei 2012

PENDIDIKAN NASIONAL


Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional
Pada artikel lain telah disebutkan beberapa tujuan pendidikan yang pernah muncul dalam Sejarah. Plato sangat menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara idealnya. Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia (eudaimonia). Tujuan universitas di Eropah adalah mencari kebenaran. Pada era Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan tujuan negara; pendidikan dirancang adalah untuk kepentingan negara.
http://www.putra-putri-indonesia.com/images/readingnew.jpgBagaimana tujuan pendidikan nasional dengan di republik ini? UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4 ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan." Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi."
Bila dipelajari, di atas kertas tujuan pendidikan nasional masih sesuai dengan substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Namun, apakah tujuan pendidikan ini dijabarkan secara konsisten di dalam kurikulum pendidikan dan juga dalam sistem pembelajaran? Jawabannya masih diragukan.
BAB I
DEFINISI PENDIDIKAN
1.1.Definisi Pendidikan Secara Umum
Definisi pendidikan menurut para ahli, diantaranya adalah :
Menurut Juhn Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
(A. Yunus, 1999 : 7)
Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
(A. Yunus, 1999 : 7)
Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang.
(A. Yunus, 1999 : 7-8)
Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
(A. Yunus, 1999 : 8)
1.2.Definisi Pendidikan Menurut Islam
Pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.
(Nur Uhbiyati, 1998)
Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental, dan sosial sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al Qur’an dan Sunnah (Hadist).
Ruang Lingkup Pendidikan Islam
1. Pendidikan Keimanan
Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan pelajaran kepadanya:”hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesengguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata.” (Q.S 31:13)
Bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam kehidupan anak?
  • Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis (bukan memanjakan)
    Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata lembut, bertingkah laku positif.
    Hadits Rasulullah : “cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka…:” (H.R Bukhari)
    Barang siapa mempunyai anak kecil, hendaklah ia turut berlaku kekanak-kanakkan kepadanya.”    (H.R Ibnu Babawaih dan Ibnu Asakir)
  • Menghadirkan sosok Allah melalui aktivitas rutin
Seperti ketika kita bersin katakan alhamdulillah. Ketika kita memberikan uang jajan katakan bahwa uang itu titipan Allah jadi harus dibelanjakan dengan baik seperti beli roti.
  • Memanfaatkan momen religious
Seperti Sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan, tadarus, buka shaum bareng.
  • Memberi kesan positif tentang Allah dan kenalkan sifat-sifat baik Allah
    Jangan mengatakan “ nanti Allah marah kalau kamu berbohong” tapi katakanlah “ anak yang jujur disayang Allah”.
  • Beri teladan
Anak akan bersikap baik jika orang tuanya bersikap baik karena anak menjadikan orang tua model atau contoh bagi kehidupannya.
hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3)
  • Kreatif dan terus belajar
Sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan pertanyaan. Sebagai orang tua tidak boleh merasa bosan dengan pertanyaan anak malah kita harus dengan bijaksana menjawab segala pertanyaannya dengan mengikuti perkembangan anak.
2. Pendidikan Akhlak
Hadits dari Ibnu Abas Rasulullah bersabda:
“… Akrabilah anak-anakmu dan didiklah akhlak mereka.”
Rasulullah saw bersabda:
Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka kalau meninggalkan ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud)
Bagaimana cara megenalkan akhlak kepada anak :
  • Penuhilah kebutuhan emosinya
Dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari mengekspresikan emosi dengan cara kasar, tidak santun dan tidak bijak. Berikan kasih saying sepenuhnya, agar anak merasakan bahwa ia mendapatkan dukungan.
Hadits Rasulullah : “ Cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka …:” (H.R Bukhari)
  • Memberikan pendidikan mengenai yang haq dan bathil
Dan janganlah kamu campur adukan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui .”(Q.S 2:42)
Seperti bahwa berbohong itu tidak baik, memberikan sedekah kepada fakir miskin itu baik.
  • Memenuhi janji
Hadits Rasulullah :”…. Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada mereka, penuhilah janji itu. Karena mereka itu hanya dapat melihat, bahwa dirimulah yang memberi rizki kepada mereka.” (H.R Bukhari)
  • Meminta maaf jika melakukan kesalahan
  • Meminta tolong/ mengatakan tolong jika kita memerlukan bantuan.
  • Mengajak anak mengunjungi kerabat
3. Pendidikan intelektual
Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari kata intelek yaitu proses kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan mempertimbangkan.
Pendidikan intelektual ini disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak. Menurut Piaget seorang Psikolog yang membahas tentang teori perkembangan yang terkenal juga dengan Teori Perkembangan Kognitif mengatakan ada 4 periode dalam perkembangan kognitif manusia, yaitu:
Periode 1, 0 tahun – 2 tahun (sensori motorik)
  • Mengorganisasikan tingkah laku fisik seperti menghisap, menggenggam dan memukul pada usia ini cukup dicontohkan melalui seringnya dibacakan ayat-ayat suci al-Quran atau ketika kita beraktivitas membaca bismillah.
Periode 2, 2 tahun – 7 tahun (berpikir Pra Operasional)
  • Anak mulai belajar untuk berpikir dengan menggunakan symbol dan khayalan mereka tapi cara berpikirnya tidak logis dan sistematis.
Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya.
Periode 3, 7 tahun- 11 tahun (Berpikir Kongkrit Operasional)
  • Anak mengembangkan kapasitas untuk berpikir sistematik
Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan Allah SWT tidak dapat dilihat tetapi ada ciptaannya.
Periode 4, 11 tahun- Dewasa (Formal Operasional)
  • Kapasitas berpikirnya sudah sistematis dalam bentuk abstrak dan konsep
4. Pendidikan fisik
  • Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi waktu tidur dan aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan mampu melakukan aktivitas seperti yang disunahkan Rasulullah
“ Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang dan menunggang kuda.” (HR. Thabrani)
5. Pendidikan Psikis
“Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula berduka cita, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. 3:139)
  • Memberikan kebutuhan emosi, dengan cara memberikan kasih saying, pengertian, berperilaku santun dan bijak.
  • Menumbuhkan rasa percaya diri
  • Memberikan semangat tidak melemahkan
1.3.Definisi Pendidikan Menurut Perspektif Nasional
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk menstranfer sejumlah nilai yang dianut oleh masyarakat suatu bangsa kepada sejumlah subjek didik melalui proses pembelajaran. Sistem nilai tersebut tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar pandangan hidup bangsa itu. Rumusan pandangan hidup tersebut kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan itu pandangan filosofis suatu bangsa di antaranya tercermin dalam sistem pendidikan yang dijalankan.
Bagi bangsa Indonesia, pandangan filosofis mengenai pendidikan dapat dilihat pada tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 paragraf keempat. Secara umum tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian secara terperinci dipertegas lagi dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
BAB II
TUJUAN PENDIDIKAN
2.1. Tujuan Pendidikan Pancasila
Rumusan formal konstitusional dalam UUD 1945 maupun dalam GBHN dan Undang-Undang Kependidikan lainnya yang berlaku adalah tujuan normative GBHN 1983 merumuskan tujuan pendidikan nasional sebagai berikut :
“Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan tarhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan , mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa
(A. Yunus, 1998 : 165)
2.2. Tujuan Umum Pendidikan Manusia
a. Hakikat manusia menurut Islam
Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan didunia barat, dikatakan bahwa perkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme) sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya (empirisme), sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya (konvergensi)
Manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani, disebutkan dalam surah al Qashash ayat : 77 :
“Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu tidak boleh melupakan urusan dunia “
b. Manusia Dalam Pandangan Islam
Manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani yang tidak dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup didunia.
Manusia mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjukkan kepada akal tidak hanya satu macam. Harun Nasution menerangkan ada tujuh kata yang digunakan :
1. Kata Nazara, dalam surat al Ghasiyyah ayat 17 :
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan”
2. Kata Tadabbara, dalam surat Muhammad ayat 24 :
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”
3. Kata Tafakkara, dalam surat an Nahl ayat 68 :
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : “buatlah sarang-sarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempat-tempat yang dibikin manusia”.
4. Kata Faqiha, dalam surat at Taubah 122 :
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”
5. Kata Tadzakkara, dalam surat an Nahl ayat 17 :
“Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan apa-apa? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”.
6. Kata Fahima, dalam surat al Anbiya ayat 78 :
“Dan ingatlah kisah daud dan Sulaiman, diwaktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu”.
7. Kata ‘Aqala, dalam surat al Anfaal ayat 22 :
“Sesungguhnya binatang(makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa-pun.
Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan dalam surat al Hijr ayat 29 :
“Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan kedalamnya roh-Ku, maka sujudlah kalian kepada-Nya”.
3. Manusia Sempurna Menurut Islam
- Jasmani Yang sehat Serta Kuat dan Berketerampilan
Islam menghendaki agar orang Islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran Islam (iman). Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan jasmani, karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan Islam.
Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan dengan ciri lain yang dikehendaki ada pada Muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah satu ketrampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
Para pendidik Muslim sejak zaman permulaan – perkembangan Islam telah mengetahui betapa pentingnya pendidikan keterampilan berupa pengetahuan praktis dan latihan kejuruan. Mereka menganggapnya fardhu kifayah, sebagaimana diterangkan dalam surat Hud ayat 37 :
“Dan buatlah bahtera itu dibawah pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu karena meeka itu akan ditenggelamkan”.
- Cerdas Serta Pandai
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai yang ditandai oleh adanya kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai di tandai oleh banyak memiliki pengetahuan dan informasi. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui indikator-indikator sebagai berikut :
a) Memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi.
b) Mampu memahami dan menghasilkan filsafat.
c) Rohani yang berkualitas tinggi.
Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal. Karena kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang dapat ditangkap oleh indera.
Islam sangat mengistemewakan aspek kalbu. Kalbu dapat menembus alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan iman itu, menurut al Qur’an tempatnya didalam kalbu.
2.3. Tujuan Pendidikan Islam (Khusus)
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :
“ Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi
1. Pembinaan akhlak.
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi :
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia di dunia dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.
4. Akhlak mulia.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa tujuan pendidikan islam pada intinya adalah :
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.


Fokus Tujuan Pendidikan Bahasa Arab

Oleh: Prof..Dr.H.Saidun Fiddaroini, M.A.

1. Tujuan Teoretis.
Tujuan teoretis yang dimaksudkan disini adalah tujuan yang dirumuskan dalam beberapa literatur berdasarkan hasil penelitian yang telah lalu. Tujuan ini perlu diketahui oleh para pendidik dan para pelajar agar terdapat kontrol bentuk kegiatan yang sedang berlangsung sesuai dengan arah tujuannya. Di samping itu perlu keselarasan tujuan antara pendidik dan pelajar agar dapat terlaksana proses pembelajaran yang efektif dan efisein. Aspek tujuan ini sangat penting karena menentukan bagaimana metode, apa sarana yang diperlukan secara langsung dan seberapa lama waktu yang diperlukan serta bagaimana proses evaluasinya.
Tujuan Pendidikan Bahasa Arab bisa diketahui melalui tujuan pembelajarannya. Dalam arti yang sempit dan konkret wujud pendidikan bahasa Arab adalah pembelajaran bahasa Arab itu sendiri. Tujuan pembelajaran bahasa secara teoretis berarti tujuan menumbuhkan kemampuan berbahasa. Dengan pembelajaran bahasa secara terus menerus dapat diperoleh keterampilan berbahasa, yang umumnya masih dikenal dengan empat macam keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca dan menulis (Djago Tarigan dan H.G. Tarigan: 1987, 22). Dengan ungkapan lain dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa (asing) adalah diperolehnya kemampuan menggunakan bahasa (asing) baik secara pasif atau pun aktif (Umar Asasuddin Sokah: 1982, 33).
Selanjutnya dapat dinalar bahwa tujuan pembelajaran bahasa Arab bagi pihak pendidik adalah agar dapat menjadikan bahasa Arab mudah dikuasai oleh para pelajar. Adapun tujuan bagi pihak pelajar adalah agar dapat menguasai bahasa Arab. Penguasaan bahasa Arab secara aktif atau pasif itu pada dasarnya adalah cara pandang terhadap pemakaian bahasa. Ketika berperan sebagai pendengar berarti sedang bersikap pasif dalam arti menerima pemahaman, meskipun cara mendengar dan memahaminya itu dengan aktif. Seseorang yang sudah dapat menggunakan suatu bahasa dengan berbicara berarti sudah menguasai bahasa dengan aktif. Karena itu pada dasarnya tujuan pembelajaran bahasa adalah agar bahasa dapat dikuasai, dengan mempergunakannya secara aktif.
2. FenomenaTujuan Pembelajaran
Disini dikemukakan beberapa praktek pembelajaran bahasa Arab yang pernah ada, misalnya di suatu pondok pesantren. Disebutkan bahwa tujuannya adalah:
1. Secara minimal, santri bisa berkomunikasi dengan bahasa Arab yaumiyah.
2. Santri bisa menulis, mengarang dan kegiatan lainnya dengan bahasa Arab.
3. Santri dapat memahami, mengembangkan serta mengamalkan ilmu agama Islam dengan cara membaca literatur-literatur yang berbahasa Arab (Tim Peneliti Fakultas Adab: 1990, 27).
Tujuan pembelajaran bahasa Arab di tempat-tempat yang memang khusus untuk pendidikan bahasa Arab, seperti kursus-kursus, sering kali dipilah-pilah menjadi tiga tingkat, yakni:
1. Tingkat (mustawa) I adalah agar mampu berbicara bahasa Arab aktif,
2. Mustawa II adalah agar mampu berbahasa Arab dengan memahami tata bahasa Arab,
3. Mustawa III adalah agar mampu membaca kitab kuning, menterjemah kitab kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan sebaliknya.
Ada kesamaan pemilahan tujuan secara bertahap dengan tujuan pembelajaran bahasa Arab di pondok-pondok pesantren, yakni dimulai dengan keterampilan berbicara sesederhana mungkin tanpa mempedulikan tata bahasa, yang biasa disebut dengan bahasa Arab yaumiyah, kemudian penanaman kesahihan dalam berbahasa Arab dengan memperhatikan tata bahasanya, dan selanjutnya diharapkan pada tingkat akhir pelajar bisa memanfaatkan bahasa Arab untuk memperdalam pengetahuannya tantang agama dengan membaca literatur-literatur keagamaan yang berbahasa Arab.
Dengan dipahaminya ilmu-ilmu agama diharapkan para pelajar atau santri dapat mengamalkannya. Artinya, pada ujung-ujungnya tujuan pembelajaran bahasa Arab secara praktis utamanya adalah untuk mendalami agama Islam. Tujuan demikian tanpa disadari mengarah pada kemahiran berbahasa secara pasif, karena sekedar mendengar atau membaca. Tujuan praktis yang pasif ini sangat tidak menguntungkan bagi pengembangan pendidikan bahasa Arab.
3. Idealisasi Tujuan
Dalam kenyataannya kelihatan bahwa para pelajar bahasa Arab tingkat pemula sangat bersemangat berbicara dalam bahasa Arab sementara nantinya pada tingkat akhir atau para santri yang sudah dewasa dan tergolong kelas senior kelihatan tidak begitu antusias untuk bercakap-cakap dengan bahasa Arab, kecuali hanya dengan bersikap pasif saja. Demikian ini boleh jadi karena para senior merasa sudah bisa dan atau menjaga diri agar tidak dianggap “sok pamer”, atau bisa jadi karena lebih banyak dipengaruhi oleh sikapnya yang tawadlu’ dan pantang ria’ khsusunya dalam berbicara dengan bahasa asing. Suatu hal yang tidak diinginkan adalah bila pasifnya para santri senior dalam berbahasa Arab itu sebetulnya adalah karena tidak mampu berbahasa Arab dengan aktif.
Dalam kalangan perguruan tinggi, pembelajaran bahasa Arab bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan perguruan tinggi sendiri yang sangat memerlukan kemampuan dalam berbahasa Arab aktif untuk kepentingan dunia ilmiah dan diplomasi kalangan dosen atau perguruan tinggi secara umum (P3M IAIN Sunan Ampel: 1990, 93). Dalam perkembangan selanjutnya disebutkan bahwa tujuan pengajaran bahasa di IAIN Sunan Ampel adalah agar para mahasiswa mampu memahami literatur-literatur yang ditulis dalam bahasa asing, khususnya bahasa Arab dan bahasa Inggris (Sentra Kajian Bahasa IAIN Sunan Ampel: 1998, 6).
Kelihatan nyata bahwa tujuan yang dicanangkan pada tahap awal adalah agar dapat berbicara secara sederhana, dan pada tahap akhir adalah agar mampu memahami teks-teks berbahasa Arab yang ternyata mengarah kepada kemampuan berbahasa Arab secara pasif. Karena itu bisa dinyatakan bahwa tujuan praktis pembelajaran bahasa Arab selama ini adalah agar bahasa Arab itu dikuasai secara pasif, baik di kalangan pondok-pondok pesantren maupun di kalangan akademisi perguruan tinggi, dan juga di tempat-tempat kursus yang mengkhususkan kegiatannya hanya pada pendidikan bahasa Arab, sama saja.
Tujuan praktis pembelajaran bahasa Arab tersebut menyebabkan tidak disiapkannya sarana-prasarana untuk proses pembelajaran sesuai dengan tuntutan teori hasil-hasil penelitian dalam pembelajaran bahasa. Oleh karena itu bahasa Arab tetap saja tidak memasyarakat, meskipun banyak yang berambisi untuk mendirikan atau memperjuangkan pembelajaran bahasa Arab. Bagaimana bisa memasyarakat bila kemampuan berbahasa Arab itu pada akhirnya hanya diperlukan secara pasif?
Langkah maju adalah sebaliknya, bahwa bahasa Arab bisa memasyarakat bila tujuan belajar bahasa Arab sesuai dengan tujuan teoretis ilmiah, yaitu untuk dapat menguasai bahasa Arab sehingga dapat dipergunakan secara aktif. Sebagai konsekuensinya, sarana dan prasarana dipersiapkan sesempurna mungkin untuk memenuhi tuntutan pembelajaran bahasa Arab dengan tujuan yang teoretis ideal tersebut. Inilah tantangan dan sekaligus peluang bagi guru, dosen dan para peneliti pengembangan pendidikan bahasa Arab untuk merancang program pendidikan bahasa Arab yang mengarah pada tujuan penguasaan bahasa Arab secara aktif.
Sampai di sini kelihatan jelas bahwa pembelajaran bahasa Arab masih dipengaruhi oleh motif agama, yang mengarah pada kepasipan, meskipun di kalangan akademisi dalam lingkungan peguruan tinggi, khususnya di Perguruan Tinggi Agama Islam. Hal ini bisa dimaklumi mengingat sering kali pembelajaran bahasa Arab sampai dewasa ini masih diampu oleh para pengajar atau dosen yang dianggap mampu berbahasa Arab tanpa latar belakang ilmu-ilmu keguruan sebagai syaratnya.
Perlu dimaklumi bahwa kenyataan ini bermula dari anggapan bahwa para pelajar yang dianggap sudah mampu berbahasa Arab adalah bila mereka sudah dapat menguasai ilmu nahwu dan sharaf. Pelajar dengan kemampuan demikian ini yang selanjutnya dipercaya menjadi pengajar. Meskipun sudah diketahui bahwa syarat-syarat untuk menjadi tenaga pendidik harus dipenuhi tetapi berbeda dalam kasus pengajar bahasa Arab. Kualifikasi pengajar dengan standar kemampuan ilmu nahwu dan sharaf lebih diutamakan dari pada ilmu-ilmu kependidikan. Itu semua menyebabkan tujuan pengajaran bahasa Arab selalu ditarik ke arah kemampuan pasif.
Keberanian membuat langkah maju yang baru itulah tuntutannya sekarang ini. Meskipun hanya bisa dilaksanakan dalam kalangan terbatas karena masalah beaya atau pengajarnya, namun itu masih jauh lebih baik dari pada terdapat banyak lembaga-lembaga pembelajaran bahasa Arab yang tidak dipersiapkan dengan baik dan menimbulkan kesan negatif terhadap bahasa Arab. Dalam kasus tujuan pembelajaran bahasa Arab ini dibutuhkan penyusunan kurikulum dari segi tujuannya. Perlu diadakan refisi sesuai dengan tuntutan akademis, tidak lagi dirumuskan agar memiliki keterampilan membaca kitab gundul.
Jujur saja, bahwa rumusan tujuan pembelajaran bahasa Arab yang selalu seperti itu, sebabnya tidak lain adalah adanya terbitan kitab-kitab yang tidak dilengkapi dengan syakal. Tidak akan ada lagi tujuan belajar membaca kalau semua teks bahasa Arab sudah sempurna dilengkapi dengan syakal. Dari sini awal mula muncul dan berkembangnya pendidikan bahasa Arab yang bertujuan pada keterampilan membaca.
Masalahnya sekarang ini adalah memberikan keinsafan kepada para penulis dan penerbit agar mau menyempurnakan tulisannya. Kesulitan teknis dalam penyempurnaan tulisan itu sudah sangat tidak layak untuk dijadikan alasan. Begitu juga kalau penambahan beaya tinta untuk syakal dianggap sebagai suatu pemborosan, maka sebetulnya justru sedikit penghematan beaya tinta itu yang menye-babkan terjadinya pemborosan besar-besaran. Demikian ini karena banyak kitab gundul dalam perpustakaan menumpuk tidak ada yang membaca, gara-gara “kegundulannya” itu. Ini suatu pemborosan yang terjadi selama ini.
Manakala masalah ini bersumber dari konsep yang keliru, bahwa selama ini tulisan bahasa Arab yang tidak bersyakal dianggap sudah sempurna, maka salah satu langkah strategi pengembangan pendidikan bahasa Arab ini adalah meluruskan konsep tersebut. Dengan tertatanya kembali konsep tersebut maka tujuan pembelajaran secara otomatis akan kembali kearah yang semestinya, tidak lagi belajar membaca, tetapi belajar agar dapat menguasai bahasa Arab dengan aktif. Adapun penataan konsep tentang kesempurnaan tulisan bahasa Arab, maka perlu diuraikan dalam bagian tersendiri secara rinci.
*Saidun Fiddaroini, Strategi Pengembangan Pendidikan Bahasa Arab (Sur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar